Jika masih merasa Miskin dan Kekurangan
Terkadang kita merasa selalu serba kurang, tak memiliki sesuatu yang berharga. Merasa miskin ketimbang yang lain, kebutuhan terasa tak bisa terpenuhi. Tapi apakah benar seperti itu?
Jika yang kita jadikan patokan dasar untuk menilai sesuatu hanya berdasarkan harta, jumlah uang, emas, perak, rumah yang dimiliki, kemungkinan kita akan selalu merasa kekurangan.
Kita perlu mencoba melihat dari sudut pandang yang berbeda. Tidak hanya mengukur dari segi materi yang kita miliki. Coba kita mencoba mengatakan pikiran, hati dan keimanan kita. Dengan demikian kita akan selalu merasa bersyukur, beruntung dan selalu merasa berkecukupan.
Jika nafas yang kita hirup tiap detiknya di hitung menjadi rupiah, perjam nya kemungkinan kita akan membayar jutaan rupiah. Mata yang masih berfungsi bila di ganti dengan uang teriliunan kemungkinan besar kita akan menolak, jika mata sehat tersebut di ambil dari kepala kita (buta). Demikian telinga yang masih bisa mendengar tentu harganya tak ternilai.
Itu masih beberpa beberapa contoh saja, begitu banyak nikmat yang perlu kita syukuri disekitar kita. Jika di uangkan harganya tentu tak ternilai. Bayangkan jika kita harus membayarnya, kemungkinan kita tak akan sanggup membayarnya.
Kita bisa melihat saudara-saudara kita yang sakit di rumah sakit, ada yang tak bisa buang angin berhari-hari, perlu bayar jutaan bahkan puluhan juta rupiah untuk menyembuhkannya.
Begitu kayanya diri kita, hanya kita sering lupa dan tak merasakannya sebagai kekayaan atau sesuatu yang perlu disyukuri. Kita ibarat di celupkan pada lautan nikmat yang tak bisa kita hitung, setiap detik, menit, jam, hari dst kita selalu di kelilingi berbagai nikmat.
Oleh karenanya masihkah kita merasa selalu kekurangan dan miskin? Jika kita merasakannya berarti kita harus lebih banyak bersyukur terhadap nikmat kecil yang ada disekitar kita, tidak menjadikan materi, harta dan benda sebagai patokan kekayaan.
Semoga bermanfaat...
Kata kunci:
Bersyukur, merasa kekurangan, merasa miskin, merasa selalu kurang
Jika yang kita jadikan patokan dasar untuk menilai sesuatu hanya berdasarkan harta, jumlah uang, emas, perak, rumah yang dimiliki, kemungkinan kita akan selalu merasa kekurangan.
Kita perlu mencoba melihat dari sudut pandang yang berbeda. Tidak hanya mengukur dari segi materi yang kita miliki. Coba kita mencoba mengatakan pikiran, hati dan keimanan kita. Dengan demikian kita akan selalu merasa bersyukur, beruntung dan selalu merasa berkecukupan.
Jika nafas yang kita hirup tiap detiknya di hitung menjadi rupiah, perjam nya kemungkinan kita akan membayar jutaan rupiah. Mata yang masih berfungsi bila di ganti dengan uang teriliunan kemungkinan besar kita akan menolak, jika mata sehat tersebut di ambil dari kepala kita (buta). Demikian telinga yang masih bisa mendengar tentu harganya tak ternilai.
Itu masih beberpa beberapa contoh saja, begitu banyak nikmat yang perlu kita syukuri disekitar kita. Jika di uangkan harganya tentu tak ternilai. Bayangkan jika kita harus membayarnya, kemungkinan kita tak akan sanggup membayarnya.
Kita bisa melihat saudara-saudara kita yang sakit di rumah sakit, ada yang tak bisa buang angin berhari-hari, perlu bayar jutaan bahkan puluhan juta rupiah untuk menyembuhkannya.
Begitu kayanya diri kita, hanya kita sering lupa dan tak merasakannya sebagai kekayaan atau sesuatu yang perlu disyukuri. Kita ibarat di celupkan pada lautan nikmat yang tak bisa kita hitung, setiap detik, menit, jam, hari dst kita selalu di kelilingi berbagai nikmat.
Oleh karenanya masihkah kita merasa selalu kekurangan dan miskin? Jika kita merasakannya berarti kita harus lebih banyak bersyukur terhadap nikmat kecil yang ada disekitar kita, tidak menjadikan materi, harta dan benda sebagai patokan kekayaan.
Semoga bermanfaat...
Kata kunci:
Bersyukur, merasa kekurangan, merasa miskin, merasa selalu kurang
Comments
Post a Comment