Kisah Ayah dan Anak

Kisah ini dibuat berdasarkan pengamatan penulis yang ngak sengaja teramati saat akan sholat magrib di suatu masjid. Kisah ini bermula saat penulis duduk-duduk diemperan masjid menunggu kumandang azan magrib. Datang lah seorang bapak dengan dua anaknya, satu anaknya balita perumpuan kisaran umur 2-3 tahun di pangku di depan, dan di belakang anak laki-laki berumur kisaran 5-6 tahun di bagian belakang. Si anak laki-laki menggunakan kopiah putih ala pak haji, dan membawa sajadah kecil.Untuk menuruni motor saja si anak laki-laki ini mengalami kesulitan, ia sempat meminta si ayah untuk memegang sajadahnya agar ia lebih leluasa untuk turun dari motornya. Awalnya saya mengira sang bapak dan kedua anaknya akan diajak untuk sholat berjamaah di masjid, namun ternyata tidak.

Artikel lain:
Si anak dengan tampang yang masih polos dan lugu, berpamitan kepada bapak dan sang adiknya. Terlihat penuh kehangatan diantara mereka. Sebelum memasuki masjid sang kakak (si anak lelaki) ini mencium pipi sang adik dengan penuh rasa gemas, demikian sebaliknya si adik. Tak lupa si anak lelaki ini menyalami tangan si ayah dan si ayah pun membalasnya dengan kecupan di kepala sang anak lelaki tersebut. Si ayah berpesan "Klo mau wudhu jangn lupa untuk di angkat dulu celananya ya, biar ngak basah, jangan main-main di masjid ya". Si anak lelaki itu menjawab "Ya pak, nanti kalau jemput ndak usah sama..... (ia menghentikan sejenak kata-katanya, yang kalau penulis tangkap ia tidak ingin dijemput bersama adiknya), Ndak usah di jemput dah pak ya!" Dengan kata-kata yang masih polos teresebut si anak berharap bisa lebih leluasa atau lebih lama dimasjid, sepertinya. Si ayah menjawab "iya bapak ndak jemput, ingat jangan main dimasjid!". Lalu si bapak dan anak balitanya balik arah dan masuk ke gang disebelah masjid, dan sepertinya rumah mereka disekitaran belakang masjid. Si anak memiliki wajah yang bercahaya, kebetulan memiliki kulit yang putih itu dengan jakin mamasuki masjid dan melakukan apa yang dikatakan ayahnya, yaitu menaikan celananya untuk bersiap berwudhu.

Sumber Gambar: alfahmu.com
Dari kejadian itu saya merasa tersentuh, betapa beruntung si ayah tersebut memiliki anak seperti itu, dan bersukur juga bahwa si anak masih memiliki bapak yang pengertian dan tidak melarang dengan keras si anak untuk mengikuti kemauannya. Si ayah sebenarnya bisa belajar dari si anak, yang dengan percaya diri untuk sholat berjamaah dimasjid tanpa di dampingi oleh orang yang ia kenal. Padahal anak seusia itu masih senang bermain atau mungkin menonton TV. Berharap dan berdoa semoga si anak lelaki kecil itu tetap isitiqomah dan konsisten dengan akhlak baiknya tersebut hingga akhir waktunya, dan si ayah juga bisa ikut sholat berjamaah dimasjid bersama sang anak.

Mungkin dibalik semua itu ada peran dari ibu yang memberi arahan pada sang anak. Sang ibu yang memberi pemahaman pada si ayah agar tetap menghargai kemauan si anak lelaki tersebut. Jadi memang betul pepatah atau istilah yang mengatakan sekolah pertama seorang anak adalah ibunya, jadi apa  yang diajarkan ibu saat awal-awal pertumbuhan akan membekas di hati, pikiran atau watak anak hingga dewasa. Mumpung juga nih sekarang (22 Desember) katanya sih hari ibu, ada baiknya kita mengucapkan Selamat Hari Ibu kepada ibu kita masing-masing, namun kalau tidak bisa dengan kata-kata setidaknya kita ungkapkan dengan perilaku dan sifat yang membuat hati ibu kita senang dan tidak membuatnya bersedih hati, manurut saya itu adalah hadiah yang lebih dari cukup bagi seorang ibu.

Sumber Gambar : sekelumitinfo.wordpress.com
Dari cuplikan pengalaman tersebut semoga saya pribadi, siapa saja yang membaca tulisan ini bisa mendapat pelajaran berharga. Kalau dirangkum pengalama yang bisa diambil diantaranya:
  1. Siapa pun kita, kita ngak boleh gengsi merasa lebih tinggi, kita bisa belajar dari siapa pun, termasuk anak kecil, walau masih polos dan terlihat tidak tau apa-apa.
  2. Setiap orang terkadang butuh dukungan atau suport dari lingkungan sekitarnya untuk menjadi lebih baik, namun diri kita sendirilah yang paling berpengaruh mau menjadi apa kita dikemudian hari.
  3. Keluarga, terutama ibu memegang peran yang sangat urgen, penting dan paling utama dalam memberi pengaruh, pendidikan dan penanaman nilai-nilai kepada anaknya. Namun tidak boleh dipungkiri ada juga kolaborasi atau bantuan dari Ayah, nenek-kakek, sekolah atau lingkungan sekitarnya.
  4. Rahmat dan Hidayah itu hanya milik dan dari Allah SWT, namun kita harus berusaha untuk mencari dan menggapainya.
Semoga bermanfaat....

Baca juga:

Comments

Popular posts from this blog

Tips Lulus Psikotes

Penyebab tidak bisa mengupload program ke Arduino

Memperbaiki Charger Laptop (Terputus)